GKI Klasis Jakarta I
GKI Kwitang Jakarta
Sejarah singkat
Jemaat ini bermula dari pengutusan Zendeling E. Haan oleh Christelijke Gereformeerde di Nederland pada tanggal 19 Desember 1873 untuk memberitakan Injil Tuhan Yesus kepada orang-orang Belanda di Batavia. Khotbah pertamanya disampaikan pada tanggal 7 Agustus 1874 dalam bahasa Belanda kepada jemaat, yang meski belum punya organisasi gereja secara resmi, namun sudah dikenal sebagai ‘Christelijke Gereformeerde Kerk van Batavia’. Baru pada tanggal 8 Juli 1877 diresmikan adanya jemaat di Kwitang, yang terdiri dari suku-suku yang ada di Hindia Belanda yang sudah menetap di daerah tersebut. Secara khusus persekutuan dalam bahasa Melayu dilayani oleh Bpk. Tuhasela dan beberapa anggota jemaatnya adalah Bpk. Steenis, Yohannes Madie, Raboedin, Paulus, Jacobous, Koewadhie, Benjamin dan Ismael.
Selanjutnya Zendeling E. Haan membeli rumah bambu, yang kemudian dijadikan pastori. Berkat bantuan Ny. R. Rijks, Nn. Hofland dan Ny. Blankert, di halaman pastori dibangun kelas sekolah dan rumah ibadah sederhana dari kayu murahan. Kebaktian pertama terlaksana pada tanggal 5 November 1876 dan dihadiri sekitar 50 orang. Untuk pelayanan berbahasa Melayu, tampillah para pemuda, sebagaimana disebut di atas, yang dididik dan dipersiapkan untuk itu. Kemudian pada tahun 1886 Pdt. D. Huysing menggantikan Zendeling E. Haan, dan disusul oleh Pdt. D. J. B. Wijers yang khususnya melayani orang-orang Belanda pada tahun 1901. Sementara itu pelayanan dalam bahasa Melayu dilaksanakan oleh seorang guru bernama Jonathans yang digantikan oleh Bpk. Loen dan Bpk. Swanborn pada tahun 1906.
Pada tanggal 11 Agustus 1929, barulah jemaat Kwitang yang berbahasa Melayu didewasakan dengan nama Gereja Melayu Kwitang dengan salah seorang anggota Majelis Jemaatnya adalah Guru Injil Isaac Siagian. Walaupun demikian, status hukum jemaat tersebut baru diberikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 1 September 1930. Pada tanggal 2 November 1930, Guru Injil Isaac Siagian ditahbiskan menjadi pendeta oleh Pdt. Dr. F. L. Bakker.
Berikutnya, karena menilai jemaat yang berbahasa Melayu ini kebelanda-belandaan, maka banyak orang dari suku Jawa yang berjemaat di sana merasa perlu mendirikan jemaat sendiri. Mereka inilah yang kemudian mendirikan Gereja Kristen Jawa di Jl. Diponegoro 80, yang dipelopori oleh Bpk. Soedarno Dirdjoatmodjo dan didewasakan pada tanggal 21 Juni 1942.
Seiring dengan perkembangan jemaat-jemaat Tionghoa di Jawa Tengah, yang menyelenggarakan persidangan sinodenya yang pertama pada tanggal 7-9 Agustus 1945, Gereja Melayu Kwitang menggabungkan diri di dalamnya dan pada tahun 1956 mengubah namanya menjadi ‘Gereja Kristen Indonesia Kwitang Jakarta ‘. Berkaitan dengan pengadaan pendeta, jemaat memanggil Pdt. Sam Gosana (Go Hian Sing) dari Kie Tok Kauw Hwe Solo dan diteguhkan pada tanggal 19 Januari 1955. Namun kemudian beliau selanjutnya dipinjamkan kepada Gereformeerde Kerk van Bandung yang berganti nama menjadi GKI Taman Cibunut Bandung. Kemudian, Pdt. Irawan T. Salim (Liem Ik Tjiang) dipanggil dari GKI Blora dan diteguhkan pada tanggal 26 Juni 1959, namun tak lama kemudian memenuhi panggilan GKI Jl. Wahid Hasyim, Jakarta. lalu, dipanggil pula Pdt. A. A. Subana (Liem Tjiauw Liep) dari GKI Karangsaru Semarang, namun beliau tidak lagi aktif pada tahun 1961. Sementara Pdt. Sam Gosana kembali ke GKI Kwitang pada Januari 1967, sebagai hasil pembicaraan Bpk. T. B. Simatupang dengan Komisi Usaha Gereja Toraja, jemaat kemudian memanggil Pdt. Daud Palilu dan meneguhkannya pada tanggal 10 Mei 1967. Pada masa itu, jumlah jemaatnya telah meningkat menjadi 3.500 orang.
Berbicara tentang pertumbuhan jemaat-jemaat GKI Jateng di Jakarta, pada umumnya mereka berinduk kepada GKI Kwitang. Diawali dari GKI Kebayoran Baru yang mulai dengan sebuah kebaktian di rumah keluarga Khouw Jauw Lam, yang kemudian pindah ke sekolah PSKD Bulungan dan didewasakan pada tanggal 25 Februari 1962. Selanjutnya ada sejumlah anggota jemaat yang menyukai kebaktian dalam bahasa Belanda di daerah Menteng sejak 1955, dan mereka kemudian didewasakan menjadi GKI Menteng pada tanggal 5 Desember 1965. Berikutnya, kelompok-kelompok jemaat yang bertumbuh di Jl. Raya Bogor Km. 29,6 di Cimanggis didewasakan pada tanggal 17 Agustus 1977, dengan nama GKI Palsigunung. Begitu juga dengan kelompok-kelompok jemaat di Rawamangun yang didewasakan pada tanggal 12 Desember 1978 dengan nama GKI Rawamangun, di Pasar Gembrong yang didewasakan pada tanggal 24 Oktober 1982 dengan nama GKI Gembrong, di daerah Tanjung Priok yang didewasakan pada tanggal 2 Desember 1987 dengan nama GKI Kebonbawang, di Depok yang didewasakan pada tanggal 22 Oktober 1998 dengan nama GKI Depok, serta di Jatiasih yang didewasakan pada tanggal 14 Desember 1999 dengan nama GKI Jatiasih. Sampai sekarang, masih ditunggu pertumbuhannya menuju ke kedewasaan bajem-bajem di Kapuk Muara, Sindangkarsa, Cililitan, Pondok Gede, Jl. Pangeran Jayakarta, Sari Bumi Indah dan Tegal Alur. Pelayanan di Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) tetap berlangsung, kendati dalam prospeknya tidak mengarah ke kedewasaan, mengingat para tarunanya datang dan pergi. Begitu pula dengan pelayanan di L.P. Tangerang, sementara itu, pelayanan di Pedongkelan juga dihentikan karena para pengunjung kebaktian yang terdiri dari para karyawan diancam perusahaan tempat mereka bekerja, demikian pula dengan pelayanan di daerah Sawangan dihentikan karena ditentang oleh masyarakat setempat.
Untuk menjangkau jemaat, diterbitkanlah berbagai media cetak, baik berupa buletin atau majalah, maupun renungan harian, seperti PERKAMEN, SUAR, MUSAFIR, dan ROTI HIDUP. Di samping itu, kegiatan paduan suara cukup marak, sehingga terbentuk kelompok-kelompok paduan suara. Untuk melayani para orang lanjut usia, didirikanlah Yayasan Karya Kasih pada tanggal 15 April 1969, dengan unit unit pelayanan Sasana Tresna Werdha Karya Kasih. Sementara itu, Panti Asuhan Dorcas, Jl. K.H. Wahid Hasyim 25, Jakarta Pusat, yang telah ada sejak tahun 1888, memperoleh penanganan kembali. Begitu juga dengan pelayanan kepada para siswa lemah mental di Sekolah Luar Biasa B/C Surya Wiyata, Jl. Cempaka Bulak 53, Jatiwaringin, Pondok Gede.
Perkembangan pengadaan tenaga pendeta begitu pesat seiring dengan pertambahan jumlah anggotanya, sehingga terbentuk ‘Indonesia Kecil’. Kenyataan ini mendorong jemaat untuk mencari beberapa tenaga pendeta lagi. Itulah sebabnya, jemaat memanggil pendeta dari generasi berikutnya, kendati jemaat juga menerima kehadiran dua orang pendeta sekolah, pada diri Pdt. M. H. Simanungkalit dan Pdt. B. Simamora. Pada masa inilah hadir Pdt. Soegeng Hardijanto pada tahun 1977, yang hanya sebentar melayani jemaat GKI Kwitang, yang disusul oleh calon-calon pendeta pada diri Bpk. Arti Sembiring dan Bpk. Hendra Gosana (dipanggil dari GKI Magelang). Pdt. M. John Takain yang telah ditahbiskan di GMIT diteguhkan bersamaan dengan penahbisan kedua calon pendeta tersebut pada tanggal 24 Agustus 1984.
Pada akhirnya, tibalah masanya beberapa pendeta di atas memasuki masa emeritasinya masing-masing. Secara berurutan, dimulai dengan emeritasi Pdt. Isaac Siagian pada tanggal 19 Agustus 1968, Pdt. Sam Gosana pada tanggal 4 Oktober 1983, Pdt. B. Simamora dan Pdt. M. H. Simanungkalit pada tanggal 25 Oktober 1990, Pdt. Daud Palilu pada tanggal __________, Pdt. M. John Takain pada tanggal 24 Februari 2001. Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jemaat, dirasa perlu untuk memanggil Sdr. Litos S. Pane dan ditahbiskan pada tanggal 2 Maret 2000.
Pendewasaan
11 Agustus 1929Jadwal ibadah
Umum | 06.30; 09.00; 16.30 |
Remaja | 09.00 |
Anak | 09.00 |
Pemuda | 19.00 |
Kontak
- Jl Kwitang 28 JAKARTA - 10420
- Telp : (021) 3107786 | Fax : (021) 3906037 | HP : 08111007945
- kantorgkikwitang@gmail.com
- http://www.gkikwitang.or.id
Statistik Anggota Jemaat
Sidi | Baptisan | ||
---|---|---|---|
Pria | Wanita | Pria | Wanita |
2602 | 3240 | 3866 | |
Total anggota jemaat | 9708 |