GKI Klasis Semarang Timur
GKI Karangsaru Semarang
Sejarah singkat
Hari Minggu , tanggal 7 April 1935 adalah hari dan tanggal yang bersejarah. Pada hari tersebut jemaat Semarang didewasakan oleh Pdt. Bax dengan nama ‘Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee’ (THKTKH), Semarang, sekaligus dilakukan penahbisan pendeta atas diri Sdr. S.H. Liem. Dengan demikian, tersusunlah Majelis Jemaat yang pertama yang terdiri dari Pdt. S.H. Liem, Sdr. Tjoa Soen An, Sdr. Then Djin Soei dan Sdr. Khoe Tiong Djian. Anggotanya berjumlah 11 orang pria, 22 orang wanita dan 18 anak baptisan. Selanjutnya, mereka meminjam Zendingkerk, di Jl. Mlantentiangwi 27 sebagai gerejanya. Begitulah sebuah gereja dewasa berdiri di ibu kota propinsi Jawa Tengah, sebuah kota panati dan perdagangan, kota yang menyimpan sejarah lama dengan kisah Sam Po Kong dan Gedung Batunya.
Tentu saja, jemaat tersebut tidak begitu saja muncul dari bumi, karena memang jauh sebelumnya telah ada proses pemberitaan Injil di kalangan masyarakat Tionghoa sejak abad XIX. Begitu juga pada pemerintahan Inggris dan kemudian oleh Neukirchener Missionhaus pada tahun 1884, yang kemudian dikenal sebagai ‘Salatiga Zending’. Badan Zending Jerman ini bekerja dari Tegal sampi Bojonegoro di pantai Utara Jawa Tengah-Jawa Timur, kota Semarang sendiri, Ungaran dan Purwodadi di Selatan. Jemaat yang kemudian terbentuk dari pelbagai suku bangsa itu berkebaktian di Zendingkerk, Jl. Mlantentiangwi 27, Semarang. Di sanalah pula orang-orang Tionghoa, yang menerima Injil lewat pendidikan di sekolah berkebaktian .
Seorang pemuda bernama Liem Siok Hie (S.H. Liem), kelahiran Salatiga, 16 April 1889, merupakan buah pertama. Beliau diteguhkan dalam jabatan penatua dalam Majelis Jemaat campuran pada tanggal 27 Mei 1917. Lalu, secara khusus, belajar Alkitab pada sekolah Alkitab Salatiga Zending di bawah pimpinan Pdt. G. Dietsel Sr. Setamatnya dari sekolah tersebut beliau diteguhkan sebagai penatua pengajar (Lerend Ouderling) dari Gereja Zending. Selanjutnya, untuk memperluas pelayanan PI di kalangan masyarakat Tionghoa, Pdt. K. Mitterstadt dari Salatiga Zending berusaha untuk mencari lokasinya, namun tidak menemukannya. Hal ini mendorong Sdr. S.H. Liem keluar dari Firma Belanda Geo Wehry dan menyerahkan sepenuh hidupnya untuk melayani pekerjaan Tuhan. Lalu beliau juga menyediakan rumahnya di Jl. Plampitan 31, sejak tanggal 28 Juli 1932, untuk digunakan bagi pelayanan Injil kepada masyarakat Tionghoa pada setiap Kamis pukul 19.00, yang dihadiri oleh sekitar 15 orang. Di rumah inilah munculnya cikal bakal THKTKH Semarang. Sejak tahun 1933 dibentuklah Panitia Gereja yang terdiri dari Sdr. S.H. Liem, Sdr. Then Djin Soei, Sdr. Tjoa Soen An, Sdr. Khoe Tiang Djoen, Sdr. Lauw Tjong Poan, Pdt. K. Mitterstadt dan ev. K.F. Tesche sebagai penasihatnya.
Bersama dengan Pdt. Pouw Peng Hong dan Rev. Leland Wang, mereka bertiga berniat mendirikan gereja dengan nama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee, yang baru berhasil pada tahun 1934. Menarik untuk disimak, notula rapat pada tanggal 21 Maret 1935 tentang rencana pendirian jemaat tersebut, tercatat bahwa pihak Salatiga Zending yang hadir adalah Pdt. Van der Veen, Pdt. Bretzler, Pdt. Baatschen, Pdt. Kroh dan Pdt. K.F. Tesche, sementara dari pihak perkumpulan (jemaat) hadir Sdr. S.H. Liem, Sdr. Tjoa Soen An, Sdr. Then Djin Soei dan Sdr. Lauw Tjong Poan.
Ketika pada tanggal 10 Mei 1940 terjadi serbuan pasukan Jerman ke Belanda, yang mengawali Perang Dunia II, para pengerja Jerman di Indonesia diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pekerjaan Salatiga Zending tetap berjalan karena ditangani oleh THKTKH dan GKJ Semarang. Pada masa itu, bertumbuhlah jemaat-jemaat di Salatiga, Ambarawa, Blora dan Purwodadi, sehingga mereka merasa perlu membentuk Klasis yang kemudian dikenal sebagai ‘Klasis Jawa Tengah Utara’, dengan penasihatnya Pdt. E.G. Kekem dari Jawa Timur. Karena beliau tak dapat berbahasa Indonesia (Melayu), maka Pdt. H.A.C. Hildering mendampinginya. Oleh karena itu bergabunglah Klasis tersebut dengan Klasis Jawa Tengah Selatan dalam ikatan satu sinode yang terbentuk pada tanggal 7-8 Agustus 1945 di Hoa Kiauw Kie Tok Kauw Hwee (HKKTKH) Magelang. Peristiwa itu yang hingga kini diingat sebagai Hari Ulang Tahun Sinode GKI Jawa Tengah.
Dalam perkembangan kehidupan jemaat THKTKH Semarang, berturut-turut tercatat: peneguhan Sdr. Then Djin Soei sebagai guru Injil di jemaat tersebut pada tanggal 6 September 1942, penahbisan Sdr. Tan Ik Hay (Iskak Gunawan) sebagai pendeta di jemaat Salatiga pada tanggal 5 Januari 1943, peneguhan Sdr. Tan Kiem Liong (Sulaiman Budipranoto) sebagai guru Injil di jemaat Ambarawa pada tanggal 10 Oktober 1943, peneguhan Sdr. Yap Tjoei San sebagai guru Injil di jemaat Purwodadi pada tahun 1944 dan peneguhan Sdr. Telumbanua sebagai guru Injil di Ungaran. Berikutnya mulai dirintis pekabaran Injil di Tegal oleh Sdr. Loe Sien Tjie, Sdr. Oei Thjioe Lam dan Ny. Ong Sioe han, yang dibantu oleh Pdt. Prawirotirto dari GKJ Tegal. Pada tahun berikutnya, jemaat THKTKH Semarang menghadirkan Sdr. Siem Tjien Ling (J.S. Probosukmono) sebagai guru Injilnya.
Kepindahan Pdt. Then Djin Soei pada medio 1946 ke THKTKH) Ngupasan Yogyakarta mendorong jemaat untuk memanggil Guru Injil Tan Kiem Liong yang semula bekerja di Ambarawa. Karena sulitnya situasi negara pada masa itu, beliau bersama keluarga datang dari Salatiga melalui Jakarta menuju ke Semarang dan bertempat tinggal di belakang Zendingkerk. Peneguhannya sebagai guru Injil THKTKH Semarang terlaksana pada tanggal 12 Januari 1947. Pelayanan beliau meluas hingga kota Pekalongan, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Rembang, Lasem dan Purwodadi. Juga atas prakarsa beliau, jemaat didorong untuk memiliki sebuah gedung gereja sendiri, sehingga dibentuklah panitia khusus untuk kemungkinan pembangunan gedung gereja, yang terdiri dari Sdr. Gan Koen San, Sdr. Kho Djoen Liong, Sdr. Nio Hong Liem, Sdr. Gan Hok Gwan dan Sdr. Tan Kiem Liong sendiri. Panitia khusus ini pada akhirnya menemukan lokasi yang cocok yakni di Jl. Karangsaru, yang ditawarkan oleh Javasche Bank (kini Bank Indonesia). Segeralah dibentuk Panitia Pembangunan Gedung Gereja yang terdiri dari Sdr. Kiem Hong Gwan, Sdr. Go Sit Tong, Sdr. Kho Djoen Liong, Sdr. Yap Hwat Ling, Sdr. Tan Tiang Sioe, Ny. Tjoa Tjing Tjoan, Ny. Nio Hong Liem dan Sdr. Liem Hway Gie, dengan penasihatnya guru Injil Tan Kiem Liong. Pada akhirnya, peletakan batu pertama dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 1951 dan pembangunan gedung gereja selesai serta diresmikan pada tanggal 3 September 1952, setelah 17 tahun lamanya meminjam Zendingkerk di Jl. Mlantentiangwi 27, pada waktu itu juga ditahbiskan Sdr. Tan Kiem Liong selaku pendetanya.
Kemudian THKTKH Semarang menjalin kerjasama dengan Gereformeerde Kerk Nederland (GKN) yang mengutus Pdt. J.M. Vlijm dan Zuster J.C. van Vliet untuk bekerja di tengah jemaat. Selanjutnya, bersama GKJ Semarang berdirilah Rumah Bersalin Panti Wilasa sebagai hasil kerjasama segitiga. Hal ini terjadi berkat hubungan baik di antara Pdt. Soehadi dari GKJ dan Guru Injil Tan Kiem Liong.
Pelayanan jemaat THKTKH Semarang ke kota-kota lain berhasil baik. Jemaat-jemaat di kota-kota tersebut ternyata bertumbuh. Sebagai contohnya jemaat Tegal didewasakan pada tanggal 12 Agustus 1952, yang disusul dengan peneguhan Sdr. The Hian Hoo (Petrus Hardjopranoto) sebagai guru Injil dan Pdt. Tan Kiem Liong sebagai pendeta konsulennya. Selanjutnya jemaat Pekalongan meneguhkan guru Injilnya pada tanggal 6 Oktober 1955 atas diri Sdr. Oei Siauw Hian (S.H. Widyapranawa) yang disusul dengan pendewasaan jemaat tersebut pada tanggal 17 April 1957, yang kemudian dilengkapi dengan kehadiran Pdt. Then Djin Soei pindahan dari GKI Ngupasan yogyakarta, pada tanggal 4 Maret 1958. Kota-kota kecil seperti Weleri dan Plelen pun mendapat perhatian jemaat. Sejak tahun 1958 dilakukan pelayanan persekutuan rumah tangga dan ternyata berkembang, sehingga pada tanggal 1 September 1989 jemaat itu pun didewasakan sebagai jemaat kembar ‘Weleri -Plelen’
Untuk menanggulangi pelayanan yang makin banyak, dipanggillah Sdr. Liem Tjiauw Liep (A.A. Subana), lulusan Nederland, dan ditahbiskan sebagai pendeta pada tanggal 7 mei 1957. Sayang ternyata hanya sekitar dua tahun beliau melayani jemaat ini, karena beliau memenuhi panggilan gereja Gereformeerd Kwitang jakarta untuk menggantikan Pdt. J.J. Oranje yang pulang ke negeri belanda. Kemudian disusul Sdr. Goei Yong Lioe (Petrus Deru) yang ditahbiskan pada tanggal 14 Oktober 1959. Beliau pun tak lama, karena pada tahun 1961 beliau meninggalkan jemaat ini, dengan alasan ketidakserasian paham pengajaran, lalu mendirikan gereja baru dengan nama Gereja Kristen Indonesia Injili (GKII) di Jl. Pekunden Timur, dengan menarik sejumlah anggota jemaat.
Pelayanan kepada para pemuda mendapat perhatian sejak dahulu ketika dibentuk Christelijke Voor Jonge Mannen (CVJM) oleh Sdr. Gan Koen San pada tahun 1945. kemudian, nama itu berganti menjadi Chung Hua Chi Tuh Chiao Tsing Nien Pu dan berganti nama lagi menjadi ‘Pergerakan Pemuda GKI’ (PPGKI) sampai kemudian menjadi Komisi Pemuda GKI pada dewasa ini. Tokoh-tokohnya pada masa lalu adalah Sdr. Oei Liang bie dan Sdr. Tan Ik Hay. Sejak kehadiran guru Injil Tan Kiem Liong diadakanlah kebaktian untuk para pemuda pada setiap Sabtu dan dihadiri oleh banyak pemuda pendatang dari pelbagai kota. Adapun para pengurus organisasi pemuda gereja ini antara lain Sdr. Go Hian King (Arif Gosita), Sdr. Goei Kian Sing (G.K. Dwidjopramono), Sdr. Oei Djie Kong (N.E. Jeshua) dan Sdr. Tan Soei Hong. Pelayanan di bidang kepemudaan ini berlanjut dengan bahasa Belanda dan Indonesia pada tahun 1950 bersama Gereja Gereformeerd Kalisari di Jl. Bojong (Jl. Pemuda) 51. Rekan guru Injil Tan Kiem Liong adalah Sdr. Oei Ping Hoo (Timotius Widjaja) yang dengan setia melayani keperluan pelayanan kebaktian pemuda tersebut. Pada bulan Juni 1952, kebaktian pemuda itu diubah menjadi kebaktian untuk umum sama seperti yang berlaku di Jl. Plampitan 31, yang selanjutnya pada tanggal 24 Desember 1969 diresmikan menjadi GKI Rayon II Jl. Beringin.
Sama seperti pelayanan di kalangan orang muda, pelayanan kepada para wanita pun berkembang baik. Mula-mula dibentuk ‘Perkoempoelan Kaoem Istri’ pada tanggal 10 juni 1939, dengan kegiatan berupa bazar (29 juni 1948), mendirikan kerkbouwfonds (dana pembangunan gereja, Mei 1949) dan fancy fair (4 Mei 1953). Beberapa kali organisasi wanita ini berganti nama dan pada tahun 1949 bernama Debora, yang akhirnya menjadi Komisi Wanita GKI pada dewasa ini. Pada tanggal 6 Agustus 1962 diteguhkanlah wanita dalam jabatan gerejawi atas diri Ny. Go Tjoen Po, Ny. Tjoa Tjing Tjoan, Ny. Njoo Swan Hway dan Ny. Souw Eng Hock (Kiatini Soetanto).
Jemaat merasa bersyukur kepada Tuhan ketika berhasil membeli sebidang tanah di Jl. Kompol Maksum 310 pada tahun 1964, yang kemudian dipugar menjadi gedung gereja dan diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1964. Begitu juga dengan sebuah gedung di Jl. Piere Tendean 15, yang kemudian dipugar seperlunya dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 24 Desember 1969.
Pada periode berikutnya, jemaat menerima kehadiran pendeta-pendeta baru pada diri Sdr. Ie Hock Kwan (Zacharia Widajat Susetya) yang ditahbiskan pada tanggal 5 juni 1963 dan Pdt. Njoo Liang Sing (Samuel Dharmahatmadja) yang dipanggil dari GKI Magelang dan diteguhkan pada tanggal 26 november 1964. Disusul kemudian oleh Sdr. Benyamin Susilo yang ditahbiskan pada tanggal 31 Oktober 1978, bertepatan dengan kebaktian emeritasi Pdt. Sulaiman Budipranoto (Tan Kiem Liong). Sementara itu Sdr. Timothy SHD dipanggil menjadi guru Injil pada tanggal 1 Februari 1978 dan ditahbiskan pada tanggal 3 November 1982, bertepatan dengan kebaktian perluasan gedung GKI Rayon II Jl. Beringin.
Sistem perayonan merupakan upaya peningkatan pelayanan kepada jemaat. Itulah sebabnya, pada tanggal 1 Juli 1969, secara administratif, dilakukan pembagian wilayah (rayonisasi), yakni Rayon I/Karangsaru yang melayani pusat kota Semarang, rayon II/Beringin yang melayani wilayah Tengah ke Barat dan Utara, serta Rayon III/Peterongan yang melayani wilayah Tengah ke Selatan dan Timur. Empat tahun kemudian, pada tanggal 1 Juli 1973, diputuskan untuk menyempurnakan sistem desentralisasi ini, sehingga setiap rayon memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensinya masing-masing. Lalu, pada tanggal 30 juni 1975 ditingkatkan lagi dalam masalah desentralisasi keuangan. Sistem rayonisasi ini berlangsung hingga tanggal 6 Februari 1987, ketika dilaksanakan pendewasaan Rayon II/Beringin menjadi GKI Beringin dan Rayon III/Peterongan. Sementara itu Rayon I/Karangsaru memang telah dewasa, bahkan menjadi induk kedua rayon yang lain.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kepada jemaat, dibentuklah seksi kematian pada tahun 1974, yang berkembang menjadi pelayanan Yayasan Dana Arimatea pada tanggal 25 April 1978. Begitu juga dengan pelayanan kesehatan untuk masyarakat, yang dibentuk pada tahun 1979, berkembang menjadi poliklinik Siloam pada tanggal 26 Juli 1980. Puji syukur kepada Tuhan untuk berkat dan perkembangan tersebut. Berikutnya, bersama dengan gereja Gereformeerd Kalisari dan Gereja Isa Almasih Pringgading, dibentuklah Yayasan Sekolah Kristen Indonesia (YSKI), yang menangani pendidikan dari TK hingga SMU. Disusul kemudian dengan pembentukan Yayasan Maria Martha yang mengelola sebuah Panti Wreda di Jl. Arjuna II/1, Salatiga.
Berikutnya, kisah tentang berakhirnya kehidupan hamba-hamba Tuhan. Pdt. S.H. Liem dipanggil pulang ke rumah bapa yang kekal pada tanggal 28 Oktober 1972 dalam usia 85 tahun, setelah dalam waktu yang lama melayani pekerjaan Tuhan. Menyusul kemudian, Pdt. Sulaiman Budipranoto pada tanggal 22 maret 1979 dalam usia 59 tahun, yang juga telah lama mengabdikan hidupnya bagi pekerjaan tuhan. Namun demikian, generasi demi generasi bersambung terus dalam penyerahan tongkat estafet pelayanannya masing-masing, sebagaimana peribahasa Patah Tumbuh Hilang Berganti.
Berturut-turut yang kemudian ditahbiskan menjadi Pendeta GKI Karangsaru adalah: Pdt. Andreas Gunawan Priyono, S.Th. pada tanggal 29 September 1986 untuk melayani GKI Semarang Karangsaru Rayon II/Beringin, Pdt. Johannes Lie, S.Th. pada tanggal 30 November 1992, dan Pdt. Natan Kristiyanto, S.Th pada tanggal 12 April 1999. Setelah GKI Semarang Karangsaru Rayon II/Beringin Dewasa, Pdt. Andreas Gunawan Priyono, S.Th. secara otomatis menjadi Pendeta GKI Beringin, dan pada akhir Mei 2005 Pdt. Natan kristiyanto, S.Th. menerima panggilan untuk melayani di GKI Kayu Putih Jakarta, sehingga sampai tahun 2006, GKI Karangsaru Semarang hanya memiliki seorang Pendeta, yaitu Pdt. Johannes Lie, S.Th., M.Min.
Pendewasaan
7 April 1935Jadwal ibadah
Umum | 06.00; 09.00; 17.00 |
Anak | 07.45; 09.00 |
Remaja - Madya | 09.00 |
Usia Lanjut | 09.00 (Jumat) |
Pemuda | 17.30 (Sabtu) |
Statistik Anggota Jemaat
Sidi | Baptisan | ||
---|---|---|---|
Pria | Wanita | Pria | Wanita |
768 | 1113 | 300 | 348 |
Total anggota jemaat | 2529 |
Bakal jemaat
- -