GKI Klasis Magelang
GKI Banjarnegara
Sejarah singkat
Pekabaran Injil di tengah masyarakat Tionghoa Banjarnegara berawal ketika Bpk. Tjioe Thiam Ik kembali dari Bandung pada tahun 1942. Beliau mengumpulkan keluarga-keluarga Kristen yang ada di Banjarnegara dan di pengungsian untuk beribadah di rumah keluarga Sie King Hoen. Kebaktian ini dihadiri oleh sekitar 20 orang dari keluarga Liem Pek Soen, Go Ing Liem, Oei Siang Bo, Tjioe Thiam Ik, Sie King Hoen, dan lain-lain dengan pengkotbahnya bergantian.
Pada tahun 1943, Pdt. Paulus Go Eng Tjoe (Paulus Sudirgo) dari Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Purwokerto mengurus perizinan kepada pemerintah Jepang untuk membuka pos pelayanan Injil di Banjarnegara, yang berhasil diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1943. Beliau dibantu oleh Bpk. Koo Bie Liong (ayahanda dari Pdt. Sardius Kuncara), Bpk. Go Hian Sing (Sam Gosana) dan Pdt. Wangsakenanga dari Gereja Kristen Jawa Purwokerto, yang secara teratur melayani pos tersebut.
Tuaian pertama terlaksana pada tanggal 9 Juli 1944, ketika ada sekitar 20 orang dibaptis dan mengaku percaya. Karena situasi politik yang tidak menguntungkan, maka Bpk. Kho Im Liong (Imam Kosasih, ayahanda Pdt. Iwan K. Kosasih) dari THKTKH Wonosobo diminta membantu pelayanan di sana. Menyusul terjadinya Agresi Gunungalang. Selama berada di sana, kebaktian dilaksanakan oleh Bpk. Tjioe Thiam Ik dan kawan-kawan di rumah Bpk. Muchtarom, ayahanda Bpk. Mashuri. Sebuah peristiwa penting terjadi, ketika dilaksanakan kebaktian doa pertunangan di pengungsian antara Sdr. Oh Tjong An dengan Sdri. Liem Alice. Ketika ada rencana pemindahan lokasi pengungsian, Bpk. Oh Tjong Djien dan Bpk. Mashuri menghadap Bpk. Bupati, yang dijabat oleh Bpk. R. A. A. Soemitro Kolopaking Poerbonagoro, agar rencana itu dibatalkan dan berhasil. Setelah situasinya aman, sejumlah anggota jemaat pindah ke Wonosobo dan bergabung dengan jemaat di sana.
Pada tahun 1949, sejumlah pengungsi kembali ke Banjarnegara, namun mereka mendapati bahwa rumah ibadah mereka telah dibakar orang, sehingga mereka menumpang beribadah di rumah Bpk. Sadio dari GKJ Wonosobo. Sementara itu, kebaktian Minggu dilayani oleh Bpk. Sadio dan Bpk. Arso Soemarsono dari GKJ serta Bpk. Abraham dari Gereja Kerasulan, sedang pelayanan sakramen dilayani oleh THKTKH wonosobo. Karena pengunjung kebaktian bertambah, maka sekali lagi tempat kebaktian mereka dipindahkan dengan meminjam salah satu ruang SMP Negeri Banjarnegara.
Akibat sulitnya transportasi Purwokerto-Wonosobo, maka Pdt. Liem Ik Tjiang (Irawan T. Salim) dari THKTKH Temanggung diminta untuk menjadi konsulennya. Selanjutnya, jemaat menerima kehadiran Sdr. Siem Tjien Ling (J. S. Probosukmono), Guru Injil THKTKH Wonosobo yang menggantikan Sdr. Kho Im Liong (Imam Kosasih), melayani jemaat Banjarnegara beserta dengan seorang tenaga administrasi, yakni Sdr. Tjioe Thian Pwee. Selanjutnya, sejak tanggal 24 Agustus 1952, pengasuhan jemaat Wonosobo dan Banjarnegara dialihkan ke HKKTKH Magelang yang membawa pengaruh yang baik terhadap kedua jemaat tersebut. Tugas pengasuhan itu berpindah lagi ke THKTKH Temanggung, yang dilayani oleh Pdt. Oh Tjie Hap (Hadinugraha), sampai GKI Wonosobo didewasakan pada tanggal 12 November 1959, dimana jemaat Banjarnegara dengan sendirinya menjadi cabang jemaat tersebut.
Kerinduan jemaat untuk memiliki gedung gereja terlaksana pada tanggal 22 Desember 1958, yang disusul dengan penerimaan hibah tanah seluas 2.200 m2 dari keluarga Sie Ing Hoen cs. pada tanggal 9 November 1959.
Ketika pada November 1961 jemaat GKI Wonosobo menerima kehadiran Sdr. Loe Hok San (Girihardjo Lukita), jemaat Banjarenegara menerima kehadiran Sdr. Kho Oen Liang yang semula melayani jemaat Lasem. Saynag kehadiran beliau hanya sampai Agustus 1965, karena beliau menerima panggilan jemaat Metro Lampung dan digantikan oleh Sdr. Jo Eng Gie (A. K. Jonathan) pad atanggal 10 Oktober 1965. Kehadiran Guru Injil Jo Eng Gie tidak lama, sehingga beliau digantikan oleh Sdr. Gideon Sutanto (Tan Gie Djien) per 1 April 1970, sekaligus direncanakan pendewasaan jemaat Banjarnegara. Oleh karena itu, pada tanggal 17 September 1971 terlaksanalah pentahbisan pendeta atas diri Sdr. Gideon Sutanto dan pendewasaan jemaat GKI Banjarnegara.
Kepindahan Pdt. Gideon Sutanto ke GKI Pengampon Cirebon membuat terjadinya kekosongan di GKI Banjarnegara, sehingga diperlukan kehadiran konsulen atas diri Pdt. Eko Pujiono dari GKI Parakan yang kemudian, belia digantikan Pdt. Daniel Harjono dari GKI Wonosobo sampai jemaat berhasil memanggil Sdr. Immanuel Nurtjahjo Pribadi pada tanggal 1 Juli 1982 dan menahbiskannya pada tanggal 17 September 1984 bertepatan dengan HUT GKI Banjarnegara yang ke-14.
Semangat misi jemaat ini cukup besar, yang terbukti dengan dilakukannya penginjilan ke desa Karangkobar, Pucang dan Kebutuh. Begitu juga dengan semangat beroikumene, yang terwujud dalam Baperja (Badan Persekutuan Gereja-Gereja) di Banjarnegara. Di bidang pendidikan, jemaat membentuk Yayasan Pendidikan Kristen Wonosobo cabang Banjarnegara, yang personalianya terdiri dari anggota GKI dan GKJ Banjarnegara dan menghadirkan sekolah-sekolah Kristen. Untuk melengkapi sarana pelayanan, dibangunlah ‘Gedung Hasta Widhi’ yang diresmikan pada tanggal 2 desmber 1986.
Pendewasaan
17 September 1970Jadwal ibadah
Umum | 06.00; 08.00 |
Anak | 08.00 |
Remaja | 17.00 (Sabtu) |
Statistik Anggota Jemaat
Sidi | Baptisan | ||
---|---|---|---|
Pria | Wanita | Pria | Wanita |
163 | 199 | 60 | 58 |
Total anggota jemaat | 480 |
Pendeta Jemaat
- Pdt. Yose Emeraldo Theofilus
Bakal jemaat
- -
Pos
- -