GKI Klasis Yogyakarta
GKI Klaten
Sejarah singkat
Sebenarnya pemberitaan Injil telah lama dilakukan kepada orang-orang Tionghoa, namun baru pada tahun 1918 sebuah keluarga Tionghoa, yakni keluarga Lie Boen Hok, yang beralamat di Jl. Raya Tengah 34 (kini Jl. Pemuda Tengah 32), yang menjadi pengikut Kristus. Mereka sekeluarga dibaptis oleh Pdt. H.A. van Andel dari Solo dan menjadi anggota jemaat GKJ Klaseman, Klaten. Berikutnya pada tanggal 28 Februari 1932, ada lagi beberapa orang Tionghoa yang mengaku percaya dan dibaptis, yakni Sdri. Lie Gien Hwa, Sdri. Lie Giok Hwa dan Sdri. Yoe Soen Nio, juga oleh Pdt. H. A. Van Andel di Gereformeerde Kerk (Geredja Djago), Klaten.
Selanjutnya, perkembangan peritaan Injil di kalangan orang Tionghoa cukup menggembirakan. Hal ini ditandai dengan dibentuknya Perkoempoelan Pekabaran Injil pada tahun 1934, yang bertempat di rumah keluarga Lie Boen Hok. Kegiatannya berupa semacam katekisasi sebulan sekali. Namun demikian, didorong oleh kerinduan dan kehausan akan Firman Tuhan, maka setiap hari Minggu diadakan kebaktian yang dihadiri oleh 10-15 orang dan dilayani oleh para pengkhotbah dari Sekolah Theologia di Yogyakarta. Kegiatan yang lain adalah paduan suara yang dipimpin oleh Pdt. Kwee Tiang Hoe dan Ibu Oh Lian Hong. Selang dua tahun kemudian, pada tahun 1936, tempat kebaktian mereka dipindahkan ke rumah Sdr. Siem Dhiam Poen di Jl. Stasiun (kini Jl. Pramuka). Di tempat yang baru ini, Sdr. Sie Tjing Kiat (Simeon Iman Siaga) ikut serta memimpin paduan suara.
Pada tahun 1943, kelompok orang Kristen itu makin bertambah jumlahnya, tak hanya orang Tionghoa, tetapi juga orang-orang Minahasa, Batak dan Indo Belanda. Kemudian, atas prakarsa Bpk. Arnold Geldermans, kepala sekolah Christelijke Hollands Chinese School, kelompok Kristen itu diusulkan untuk ditanggapi dengan baik oleh KTKH Sangkrah Solo dengan membentuk sebuah panitia gereja cabang KTKH Sangkrah Solo pada tanggal 9 Mei 1943 yang terdiri dari Sdr. Sie Tjing Kiat, Sdr. M.A. Londa, Sdr. Yoe King Djiang dan Sdri. Yoe Soen Nio. Untuk pelayanan di sana, guru Injil Tan Po Djwan (Paulus Tanoewidjaja) seminggu sekali datang ke Klaten dan bermalam di rumah familinya,Sdr. Ong Soen Ham (ayahanda Sdr. Witono), dengan setia dan tekun beliau naik sepeda dari Solo sejauh lebih kurang 30 km. Semula ban sepedanya adalah ban angin, namun karena kesulitan mendapatkannya pada zaman Jepang, maka ban tersebut diganti dengan ban mati (pasek). Celakanya, jika kena panas aspal jalan, maka ban mati pun memuai (nglokor).
Murid katekisasi yang dipimpin oleh guru Injil Tan Po Djwan bertambah banyak, dari 8 orang menjadi 15 orang. Kemudian, dibuka pula Sekolah Minggu yang dilayani oleh Sdri. Yoe Soen Nio, Sdri. Yoe Liok Nio dan Sdri. Siem Giok Lan. Kelompok paduan suara juga tampil lebih baik, demikian pula dengan kegiatan pemuda yang dipimpin oleh Sdr. Goei Kian Sing (G.K. Dwidjopramono). Mereka berhasil mementaskan drama berjudul ‘Shinano Yoru’ di gedung ROXY (kini mantan gedung DANA) dan berhasil mengumpulkan dana untuk beasiswa para pemuda Kristen di Klaten. Pelayanan kebaktian sering terhalang oleh Transportasi pada awal zaman kemerdekaan, sehingga Sdr. M.A. Londa sering menggantikan untuk naik mimbar.
Pada zaman kemerdekaan, kehidupan jemaat Kristen terasa suram, tak hanya KTKH, tetapi juga jemaat dari Gereja Negara (Indische Protestanche Kerk). Itulah sebabnya, salah seorang anggota pengurus gereja Djago, Bpk. Hutagalung menyerahkan gedung gereja Djago kepada KTKH cabang Klaten, yang diwakili oleh Sdri. Yoe Soen Nio dengan disaksikan oleh Pdt. Schutze dan opsir Belanda van den Berg. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1948 dan sejak itu KTKH menggunakan gedung gereja Djago sampai sekarang.
Secara khusus, ada catatan yang menarik tentang pelayanan guru Injil Tan Po Djwan di jemaat KTKH Klaten pada masa sulit. Beliau sering menempuh perjalanan dari Solo ke Klaten dengan menggunakan kereta api, bahkan sekali waktu ‘nebeng’ konvoi tentara Belanda yang mengambil bahan logistisk. Karena itu, tak heran beliau pernah dihentikan oleh gerilya Republik Indonesia di tengah jalan, bahkan pernah terkena jam malam, sehingga terpaksa bermalam di Pasturan Purbayan. Beliau pernah juga menerima penghormatan dari masyarakat ketika pada suatu hari beliau melayani penguburan salah seorang anggota keluarga Bp. Hutagalung. Agaknya, keluarga yang sedang berduka memperoleh pinjaman mobil yang biasanya dipakai oleh Bpk. Wakil Presiden RI, yaitu Drs. Moh. Hatta, sehingga masyarakat menduga Bpk. Wapres ada di dalam mobil tersebut. Sayang sekali, guru Injil Tan Po Djwan mengakhiri pelayanannya sebagai guru Injil di KTKH Sangkrah Solo pada tahun 1954 dan pindah ke Purbalingga, untuk membuka Toko Mas. Sebagai penggantinya Sdr. Lie Ping Siang dipanggil untuk melayani KTKH cabang Klaten sampai tahun 1955. Ketika guru Injil Oei Djie Kong (N.E. Jeshua) memenuhi panggilan KTKH Sangkrah Solo pada tahun 1957, beliau bersama dengan Pdt. The Tjiauw Bian (Johanes Purwosuwito) melayani jemaat KTKH cabang Klaten sebagai tambahan, Bpk. R.M.E. Mangunsusanto yang menjadi anggota pengurus Sekolah-Sekolah Kristen di Klaten juga bersedia ikut aktif melayani, sehingga makin bertumbuh jemaat ini. Kemudian, GKI Sangkrah Solo pada tahun 1963 mengutus Pdt. Tan Tjioe Liang (J. Tjahjaputra) untuk mempersiapkan pendewasaan cabang ini. Beliau bahkan berada di Klaten selama 3 hari dalam seminggu ketika cabang ini memperoleh pinjaman sebuah pastori dari Ny. Liem Kok Sing, yang terletak di Jl. Bhayangkara II/2. Berkat pelayanan Ibu Pdt. Tan Tjioe Liang (Ibu Elly Kwik), Sekolah Minggu berkembang pesat, dimana jumlah anak Sekolah Minggu sekitar 100 orang. Begitu juga dengan pemuda dan pemudinya mengikuti Koporkes (Konperensi Pekan Olah Raga dan Kesenian) di Bandung dan pada tahun 1964 terbentuk Pergerakan Pemuda GKI (PPGKI), yang disusul dengan terbentuknya Komisi Wanita GKI pada tahun 1965.
Berikutnya, hadirlah secara resmi guru Injil Tjan Poen Ong (Jeremia Widyanto) sejak tanggal 1 Mei 1966 di tengah jemaat GKI Klaten. Dengan demikian, lengkaplah persiapan menuju pendewasaan cabang jemaat GKI Klaten yang kemudian terlaksana pada tanggal 30 Maret 1967. Adapun Majelis Jemaat yang pertama adalah Pnt. Widyanto, dengan konsulennya Pdt. J. Tjahjaputra. Hal ini disusul dengan penahbisan pendeta atas diri Sdr. Tjan Poen Ong pada tanggal 30 Juni 1967, dengan meminjam gedung gereja GKJ Klaseman, Klaten
Di bawah bimbingan Pendeta Tjan Poen Ong, S.Th. (J. Widyanto), semua aktivitas GKI Klaten semakin berkembang dan pengunjung kebaktian bertambah banyak. Gedung gereja terasa makin sempit untuk menyelenggarakan ibadah maupun kegiatan lain. Untuk memperbesar ruangan, maka tembok penyekat di dalam gedung gereja dibongkar dan letak mimbar dimundurkan. Kemudian dibangun juga ruangan di halaman samping selatan gereja yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas. Perubahan dan penambahan ruangan tersebut dilaksanakan dalam tahun 1967. Tugas Pdt. J. Widyanto S.Th. bertambah banyak sehingga perlu tambahan seorang pengerja. Oleh karena itu, maka pada tanggal 1 Juli 1973, Saudari Lily Dwi Aryani, yang telah menamatkan pendidikannya di SPWK Magelang, diangkat sebagai Pengerja GKI Klaten, dengan tugas utama membimbing guru-guru Sekolah Minggu, hingga pada tanggal 1 Juli 1977 Saudari Lily Dwi Aryani mengakhiri pelayanannya di GKI Klaten karena menerima panggilan dari GKI Pekalongan.
Pada tanggal 10 Juli 1974, Pdt. J. Widyanto, S.Th. menerima panggilan untuk menjadi gembala jemaat GKI Ngupasan Yogyakarta. Meskipun begitu, beliau masih bersedia menjadi pendeta konsulen dan memberikan/memimpin pelayanan sakramen. Tetapi kemudian karena kesibukannya di Yogyakarta, beliau tidak sanggup melanjutkan tugasnya di Klaten lagi, sehingga kemudian jabatannya sebagai pendeta konsulen digantikan oleh Pdt. Hadinugraha dari GKI Nusukan Solo.
Setelah kekosongan pendeta kurang lebih tiga tahun lamanya, jemaat merindukan kehadiran seorang pendeta, agar dapat menggembalakan jemaat dengan baik. Oleh Majelis, jemaat didorong untuk melakukan banyak doa memohon hal ini. Dengan anugerah Tuhan yang besar, GKI Klaten kembali mendapatkan seorang Calon Pendeta. Pada tanggal 1 Juni 1977, Saudara Iwan Kristanto Kosasih, B.Th. dengan istri, datang dari GKI Lasem. Beliau menerima panggilan jemaat GKI Klaten untuk menjadi Calon Pendeta. Tanggal 26 Juni 1977 Saudara Iwan Kristanto Kosasih, B.Th. diangkat sebagai Tua-tua Khusus, dan pada tanggal 12 September 1979 ditahbiskan menjadi Pendeta GKI Klaten yang kedua. Pentahbisan dilaksanakan di gedung GKJ Klaseman Klaten.
Dengan kehadiran beliau, aktivitas di GKI Klaten yang lamban selama kekosongan pendeta, menjadi giat kembali. Beliau banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepda jemaat untuk berani berdoa dan rajin membaca alkitab. Perkunjungan juga dilakukan untuk menarik jiwa-jiwa baru. Beliau juga mendorong aktivitas pemahaman alkitab dan bidston. Kelompok katekisasi juga ditambah dengan kelompok baru.
Pada tahun 1978 diusahakan pengaspalan halaman gedung gereja, supaya lebih indah dan juga memberikan tempat parkir untuk kendaraan. Mulai tahun 1978 sampai sekarang, tiap-tiap tahun dibuat Buku Laporan Tahunan kepada jemaat GKI Klaten sebagai pertanggungjawaban Majelis.
Perkembangan pelayanan jemaat maju dengan pesat, sehingga dirasakan perlu menambah seorang pengerja. Oleh karena itu pada tanggal 12 Desember 1980 Majelis memanggil Saudara Purboyo Wiryawan Susilaradeya, S.Th. untuk oerientasi, yang selanjutnya menjadi pengerja GKI Klaten. Beliau sangat banyak membantu di bidang pengorganisasian gereja. Dari beliau tercipta suatu struktur organisasi gereja yang baru, yang lebih terperinci, lebih luas jangkauan pelayanannya, lebih efektif dan praktis, yaitu adanya pembidangan majelis: Bidang Kesaksian Pelayanan (Bidang I), Bidang Persekutuan dan Ibadah (Bidang II), Bidang Pembinaan (Bidang III), Bidang Penatalayanan (Bidang IV). Saudara Purbaya Wiryawan Susilaradeya, S.Th. mengakhiri pelayanannya di GKI Klaten pada tanggal 28 April 1983.
Pada tahun 1981, dibuka Pos PI di Prambanan. Pada tanggal 26 April 1981, dibuka Pos PI di Pesu, Wedi, kebaktian dengan menggunakan rumah yang dikontrak dari salah seorang anggota jemaat. Pada tahun 1985, pada tanggal 9 September 1985, GKI Klaten menambah satu Pos PI lagi, yaitu di Mireng, Trucuk Klaten.
Selanjutnya, untuk melayani Bajem Prambanan dipanggillah Saudara Drs. Sugeng Daryadi pada tanggal 14 Maret 1987, diangkat sebagai Tua-tua Khusus, dan pada tanggal 12 Juni 1991 beliau menyelesaikan ujian peremtoirnya. Kemudian, pada tanggal 21 April 1992, Saudara Drs. Sugeng Daryadi Adi Saputra ditahbiskan menjadi pendeta GKI Klaten.
Dalam kurun waktu tersebut, perkembangan jemaat terus mengalami kemajuan dengan pesat. Akan tetapi pada bulan Januari 1993, Pdt. Iwan Kristianto Kosasih menerima panggilan untuk melayani di Perth, Australia. Otomatis GKI Klaten mengalami kekosongan pendeta, dan seluruh pelayanan dilakukan oleh Majelis Jemaat, sedangkan untuk pengkotbah setiap minggunya dilakukan dengan cara memanggil pendeta dari gereja lain.
Sampai akhirnya, Tuhan mengutus seorang hamba-Nya, yaitu Saudari Pelangi Kurnia Putri, S.Th, lulusan dari Sekolah Tinggi Theologia Jakarta pada 1 September 1999 untuk memulai masa perkenalannya, dan akhirnya setelah menjalani masa orientasi selama satu tahun, akhirnya beliau ditahbiskan pada 16 Januari 2002. Ternyata pelayanan satu orang Pendeta dirasakan masih kurang oleh Jemaat, sehingga Majelis Jemaat memanggil Pdt. Phan Bien Ton, M.Th. dari Gereja Isa Almasih Weleri untuk menjadi Pendeta GKI Klaten, pada tahun 2002.
Pendewasaan
30 Maret 1967Jadwal ibadah
Umum | 18.00 (Sabtu) |
Umum | 06.00; 09.00; 17.00 |
Anak | 08.00 |
Remaja | 08.00 |
Kontak
- Jl. Pemuda 195, Klaten - 57411
- Telp. (0272) 321187; Fax (0272) 321529
- kantor@gkiklaten.com
- http://www.gkiklaten.com
Statistik Anggota Jemaat
Sidi | Baptisan | ||
---|---|---|---|
Pria | Wanita | Pria | Wanita |
554 | 722 | ||
Total anggota jemaat | 1276 |