Bacaan : Amsal 7: 1-4, Efesus 4: 7-16
Beberapa hari terakhir ini, kita disuguhi informasi tentang banyaknya orang yang ingin menjadi pemimpin. Sederet nama diberitakan tertarik untuk mengadu nasib dalam pemilihan gubernur DKI tahun 2017 yang akan datang. Bahkan mereka semua sudah mulai terlibat dalam “perang emosi” dan strategi untuk saling menyerang dan melemahkan demi menduduki kursi kepemimpinan. Tentu tidak ada yang salah dengan cita-cita menjadi pemimpin. Persoalannya, apakah keinginan tersebut juga dibarengi dengan kesadaran akan tanggungjawab yang bakal mereka terima ke depan? Bukankah sudah sering terbukti bahwa pada kenyataannya, banyak orang yang tidak sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Mereka hanya mau haknya, namun tidak pernah mau tahu tanggungjawabnya.
Bicara tentang tanggung jawab seorang pemimpin, bacaan kita hari ini mengajarkan kepada kita tentang tanggungjawab itu. Pertama, seorang pemimpin bertanggungjawab atas perkataannya. Sebagai seorang pemimpin, apa yang kita katakan adalah hal yang seharusnya dapat dipegang dan disimpan oleh orang-orang yang kita pimpin. Hal ini tentu mensyaratkan adanya integritas dalam diri seorang pemimpin. Apa yang dikatakan, itu juga yang dikerjakan. Apa yang dikerjakan, itulah yang dikatakan. Bukan hanya sekadar berani berkata lantang dan berjanji, namun kelakukan dan kerjanya nol besar. Melalui perkataannya, “Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku dalam hatimu. Berpeganglah pada perintahku, dan engkau akan hidup; simpanlah ajaranku seperti biji matamu. Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu.” (Ams 7:1-3). Salomo memberi contoh bagaimana seorang pemimpin yang tahu dan sadar akan tanggungjawabnya. Jika dia tidak sadar akan tanggungjawabnya, tidak mungkin dia berani berkata seperti ini.
Kedua, seorang pemimpin bertanggungjawab untuk memperlengkapi orang-orang yang dipimpinnya. Melalui pengajaran Paulus dalam Efesus 4: 11-12, kita mendapatkan gambaran bahwa para pemimpin masa itu: nabi, rasul, pemberita Injil, pengajar, maupun gembala, bertanggungjawab untuk memperlengkapi umat, agar mereka mampu untuk melakukan pekerjaan pelayanan bagi pembangunan komunitas yang dipimpinnya. Demikian juga tanggungjawab seorang pemimpin pada masa sekarang. Seorang pemimpin bukan hadir untuk menindas dan meraup keuntungan dari orang-orang yang dipimpinnya. Mereka diberi tanggungjawab untuk memperlengkapi orang-orang yang dipimpinnya, sehingga orang-orang tersebut mampu berperanserta dalam pembangunan komunitas. Tanggungjawab inilah yang harus disadari, sehingga dengan kehadiran seorang pemimpin tidak tercipta ketergantungan, melainkan terciptalah pemberdayaan semua unsur komunitas, sesuai dengan talenta yang dipercayakan kepada mereka masing-masing.