GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah

Login
Remember me
GKI Klasis Jakarta II

GKI Palsigunung

Sejarah singkat

Kawasan Palsigunung tahun 1960-an masih lengang.  Suasana pedesaan masih terasa kental, meski ada dua desa, yakni Areman dan Kelapa Dua, yang cukup meriah di wilayah itu.  Di tempat itu ada Markas Kesatuan Resimen Pelopor dan pabrik P. T. Tranka Kabel, yang tepat di Jl. Raya Bogor - Jakarta.

Ada tiga orang ‘tokoh’ yang menjadi cikal bakal berdirinya jemaat GKI Palsigunung.  Mereka adalah Bpk. W. F. Sidjabat, yang menjadi pejabat P. T. Tranka Kabel, Bpk. Agus Rohmani yang tinggal di Markas Kompi Kavaleri, bersebelahan dengan P. T. Tranka, dan Bpk. Soemarsono Patriabara, pindahan dari GKJW Surabaya, yang biasa berkebaktian di GKI Jabar Gunung Sahari, Jakarta.  Merekalah yang mencetuskan kerinduan untuk mengadakan kebaktian Minggu.  Adapun tempat kebaktiannya berpindah-pindah di antara keluarga mereka bertiga.  Ternyata, dengan berkat Tuhan, orang yang hadir dalam kebaktian itu bertambah dengan para karyawan dari pabrik-pabrik besar, seperti Eveready dan Meihwa, termasuk pula Bpk. Ajun Komisaris Polisi N. A. Titaley dari kesatuan Brimob.

Pada Desember 1971, persekutuan Kristen ini mengadakan perayaan Natal, yang dilayani oleh Pdt. Suradji dari GKI Jabar Cawang, Jakarta Timur.  Berikutnya, semangat kelompok Kristen ini makin menggebu dan membutuhkan asuhan yang lebih mantap.  Karena itu, dihubungilah GKI Jabar Gunung Sahari, GKP Jeruel dan GKP Eben Haezer.  Pada akhirnya, atas nasihat Pdt. Suradji, dihubungilah GKI Kwitang.  Percakapan dengan GKI Kwitang, yang diwakili oleh Pdt. Daud Palilu, Pnt. J. A. Koewadhie dan Pnt. J. Kristanto, pada tahun 1972, menghasilkan keputusan, bahwa kelompok Kristen Palsigunung ini dijadikan Pos Pekabaran Injil GKI Kwitang, Jakarta.

Perkembangan yang menggembirakan di atas ternyata ditandingi dengan sikap antipati masyarakat Palsigunung.  Meskipun demikian, kelompok Kristen tersebut tidak menyurutkan semangat mereka.  Hal ini nyata dengan dibelinya sebidang tanah di bantaran Kali Barus seluas 220 m2, dengan rumah di atasnya, yang pada masa itu dikenal sebagai ‘rumah hantu’ dengan harga Rp. 375.000,-.  Kini, berubahlah rumah itu menjadi ‘rumah Tuhan’, karena dihuni oleh anak-anak Tuhan yang beribadah kepada-Nya.  Ternyata, masyarakat Palsigunung tidak menginginkan hal itu, sehingga mereka mengirim tinja manusia ke ruangan kebaktian tersebut.  Untuk mengatasi sikap yang tidak simpatik ini, Bpk. Soemartono Patriabara menempati rumah ini dan melakukan pendekatan kepada para anggota masyarakat.  Lambat laun, tindakan ini membawa hasil, sehingga keluarga Bpk. Soemartono maupun anggota jemaat pada akhirnya dapat diterima oleh masyarakat.  Di sisi lain, jemaat ini juga pernah mengalami kekecewaan, ketika perayaan Paskah yang direncanakan pada tanggal 12 April 1974 batal diselenggarakan, karena Komisi Pekabaran Injil GKI Kwitang berhalangan hadir, padahal sehari sebelumnya, Bpk. Soemartono mengalami kecelakaan lalu lintas.  Sementara itu, sekitar 100 orang anggota jemaat telah hadir dan menunggu hingga pukul 14.00.  Sementara itu, Enam bulan setelah itu, Bpk. Soemartono sembuh dari luka akibat kecelakaan dan bekerja lagi.  Beliau kemudian memutuskan masuk ke STT Jakarta pada tahun 1976.

Pada periode berikutnya, status jemaat ini ditingkatkan menjadi Cabang Kwitang (istilah kini bakal jemaat) dan jemaat ini membangun jembatan bambu di atas tanah hibahan dari Ibu Lauw Sam Nio, yang menghubungkan kampung dengan jalan raya.  Dengan tindakan ini, masyarakat makin mengenal jemaat GKI Palsigunung.  Ketika dirasa telah cukup, maka didewasakanlah jemaat ini pada tanggal 17 Agustus 1979, bertepatan dengan peringatan Hari Proklamasi negeri ini.

Untuk kedua kalinya, pada tahun 1981, Bpk. Soemartono mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan penglihatannya.  Hal ini tidak mengurangi niatnya untuk melayani pekerjaan Tuhan.  Setelah melalui tahap aplikasi di Fakultas Teologi UKDW Yogyakarta, beliau kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada tanggal 26 Juli 1982.  Selanjutnya, jemaat berhasil membeli sebidang tanah Pengarengan, yang kemudian dikenal dengan nama Taman Duta.  Di sanalah dipersiapkan berdirinya gedung gereja yang lebih memadai dengan modal dasar Rp. 25.000.000,- meskipun akhirnya seluruh biaya pembangunan sebesar Rp. 800.000.000,- .  Dengan demikian, makin mantaplah kehadiran GKI Palsigunung di tengah masyarakat sekeliling, sehingga jemaat ini pun merasa terpanggil untuk menaburkan benih Injil dalam bentuk pos-pos kebaktian di Ciracas, Cilodong, Lembah Hijau, Mekarsari dan kompleks Pelni, yang dikenal dengan Pos Cisalak.

Setelah sekian tahun melayani jemaat, Pdt. Soemartono Patriabara, memasuki masa emeritasi pada tanggal 26 Januari 1994, sementara salah seorang anaknya, Sdr. Addi S. Patriabara, melanjutkan pelayanannya dengan menjadi pendeta jemaat GKI Serpong.  Pdt. Soemartono Patriabara kemudian digantikan oleh calon pendeta Johanes Tuwaidan, yang ditahbiskan pada tanggal 17 Oktober 1997, dan disusul kemudian dengan penahbisan calon pendeta Boaz Tarigan pada tanggal 17 Agustus 2001. Demikianlah GKI Palsigunung, yang dimulai dengan tiga keluarga, kini beranggotakan lebih dari 500 keluarga.

Pendewasaan
17 Agustus 1979
Jadwal ibadah
Umum06.30; 09.00; 09.30; 18.00
Anak07.00
Pra-Remaja09.30
Remaja09.30

 

Kontak
  • Jl. Duta Pelni No. 12, Cisalak – Sukmajaya - Depok, 16416
  • Telp./Fax (021) 8714416
  • gkipalsigunung@yahoo.com
Statistik Anggota Jemaat
SidiBaptisan
PriaWanitaPriaWanita
Total anggota jemaat 0
Pendeta Jemaat
  • Pdt. Boas Pepalem Tarigan
  • Pdt. Johanes Imanuel Tuwaidan
Bakal jemaat
Pos
    -