GKI Klasis Purwokerto
GKI Gatotsubroto Purwokerto
Sejarah singkat
Purwokerto dikenal sebagai kota tempe kripik, juga tempe mendoan, terletak di kaki Gunung Slamet, dengan sarana wisata Baturaden yang cukup terkenal. Juga dengan kisah Kamandaka dan Lutung Kasarungnya yang menjadi bagian dari kebanggaan rakyat. Sebelum tahun 1925, praktis masyarakat Tionghoa di Purwokerto tidak mengenal Injil Tuhan Yesus Kristus. Hal ini disebabkan, karena belum ada pemberita Injil yang menyampaikan Injil kepada mereka. Sampai pada suatu ketika Pdt Dr B.J.Esser dan Pdt J.A.C. Rullman sebagai para utusan dari Zending Belanda datang ke Purwokerto. Mereka membuka sekolah Maleis Chinese Zendings School pada tahun 1931, namun sayang tidak mendapat sambutan. Hal ini tampak dengan muridnya yang hingga tahun 1935 tercatat hanya 50 orang untuk kelas 1(satu) sampai kelas 3(tiga). Meskipun demikian, sejak saat itulah para guru sekolah dapat berkenalan dengan masyarakat Tionghoa, sehingga mulailah mereka berkenalan dengan Injil.
Pada masa berikutnya, Sdr. Tjhie Hok Kwie (Timotius Hadinata), yang tinggal di Purbalingga, diminta untuk mengajar di M.C.Z.S. di Purwokerto. Ternyata Sdr. Tjhie tak hanya mengajar pelajaran sekolah, tetapi juga memberitakan Injil. Hingga tahun 1936, ternyata baru 15 orang saja yang menerima baptis, sehingga makin dirasakan perlunya seorang guru Injil orang Tionghoa dan pilihan jatuh pada Sdr. Go Eng Tjoe (Paulus Sudirgo), yang berasal dari Sokaraja. Tentu pertama-tama ia diminta untuk belajar di sekolah teologi di Yogyakarta.
Kebaktian pertama diadakan di Jl. Kauman Lama 45 pada hari Senin, tanggal 21 September 1936 pukul 17.00, yang hanya dihadiri oleh 7 orang saudara. Namun sejak waktu itu, perhatian orang Tionghoa bertambah dengan mengikuti katakisasi. Selanjutnya, kebaktian hari Minggu diadakan dengan menggunakan gereja Belanda yang baru dan strategis di Jl. Puteran. (Versi `Handboek dari Classis Djokja 1941' menyebutkan, bahwa kebaktian pertama diadakan pada hari Minggu, tanggal 20 September 1936).
Datanglah Sdr. Tan Gwan Bie (Tanto Rahardjo) dari Surakarta, menggantikan Sdr. Tjhie Hok Kwie sebagai guru di Purbalingga. Beliau juga seorang pekabar Injil yang ulet dan gigih. Mulailah kegiatan pemahaman Alkitab dan persekutuan lebih sering dilakukan. Juga terbentuk `Perkoempoelan Perempoean Kristen Tionghoa' yang diketuai oleh Ny Loe Kian Gwan pada tanggal 20 April 1940. Dalam wadah yang baru ini, kegiatan para wanita dapat dikembangkan. Salah satu kegiatannya adalah menghadirkan sekolah kepandaian putri `Christelijke Maleis Chinese Huishoudschool' di Jl. Prapatan 22, dipimpin oleh Nn Tan Kiang Nio. Berikutnya, kehadiran Pdt A.F.J. Pieron yang fasih berbahasa Tionghoa amat membantu dalam pelayanan pemberitaan Injil di kalangan orang Tionghoa. Jumlah anggota jemaat menjelang pendewasaannya adalah 42 orang dewasa dan 28 orang baptisan. Majelis Jemaat yang pertama dibentuk pada tanggal 11 September 1940 dengan susunan : Pnt. Go Eng Tjoe, Pnt. Tan Gwan Bie, Diaken Ko Kok Hien, Diaken Tjhie Hok Kwie, Diaken Ie Peng Gian dengan konsulen Pdt. A.R. Misael dari Gereja Kristen Jawa Purwokerto. Untuk badan hukumnya diperoleh pada tanggal 31 Januari 1941 dengan nama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH).
Kendati jemaat ini masih berusia sangat muda, namun semangat pelayanannya begitu besar. Karenanya, Pdt. Dzao Sze Kuang yang diminta untuk memimpin KKR, telah mendorong jemaat dengan menghasilkan terbentuknya 23 `Kelompok-kelompok Pekabaran Indjil', termasuk 9 kelompok di Sokaraja dan Banyumas. Sasarannya adalah kota Bumiayu, Banjarnegara dan Wonosobo.
Setelah sekian tahun jemaat berkembang dan dua tahun Sdr. Go Eng Tjoe belajar teologi, ia ditahbiskan sebagai pendeta THKTKH Purwokerto pada tanggal 6 Oktober 1943 dengan khotbah sulungnya didasarkan pada Pengkhotbah 3 : 14 `Segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya'. Peristiwa ini terjadi pada masa pendudukan Jepang dan jemaat sering mengalami kesulitan antara lain harus minta izin untuk kebaktian, khotbah-khotbah disensor, berjabatan tangan diganti dengan mengangguk, namun jemaat tetap menunjukkan pelayanan yang baik dengan melakukan kegiatan `Kemis Vitamin' yakni kegiatan membagi nasi pecel, bubur kacang hijau untuk menambah daya tahan tubuh, lalu disusul dengan renungan dan cerita Alkitab.
Pelayanan di cabang Bumiayu dilakukan makin baik dengan kehadiran Sdr. Go Hian Sing (Sam Gosana) sebagai guru Injil pada tanggal 1 Mei 1944 sampai 1947. Jemaat THKTKH Purwokerto kemudian mengasuh Wonosobo dan Banjarnegara pada tanggal 1 Agustus 1943, namun karena agresi militer Belanda, maka tugas pengasuhan itu terhambat dan diserahkan kepada jemaat Temanggung. Sedangkan jemaat Banjarnegara dilayani tersendiri oleh Sdr. Kho Im Liong (Imam Kosasih). Ketika Gombong terbuka untuk Injil, Pdt Go Eng Tjoe juga melayani di sana, namun karena agresi militer pula pelayanan itu terhenti, sehingga diserahkan kepada Jemaat Kutoarjo pada tahun 1951 dan selanjutnya pada tanggal 1 Oktober 1963 ke Purworejo (Kedu). Berikutnya sebagai guru Injil keliling, Sdr. Yakobus Wongsokenongo dari GKJ membantu untuk melayani kebaktian di cabang-cabang antara lain Cilacap dan Banyumas sampai kehadiran guru Injil Nio Djoen Tjwan. Sayang guru Injil Nio Djoen Tjwan karena kesehatannya buruk tak dapat meneruskan tugasnya, sehingga diganti oleh Pdt. The Sing Liong (C. Martosuwito).
Sehubungan dengan perkembangan jumlah anggota jemaat Purwokerto, diperlukan tambahan tenaga dengan memanggil Sdr. Oei Liang Bie dan juga Sdr. Oei Siauw Hian (S.H.Widyapranawa). Selanjutnya, mengingat pada usianya yang ke-18, jemaat belum mempunyai gedung gereja sendiri, karena selama ini meminjam gedung gereja GKJ, Jl. Puteran, maka jemaat mulai memikirkan lagi perlunya membangun gedung gereja. Memang sejak tahun 1941 langkah ini sudah dilakukan, namun dengan tidak stabilnya nilai rupiah dan berganti-gantinya pemerintahan, maka langkah itu tersendat-sendat. Baru kemudian, atas kebaikan hati dua bersaudara Liem Swie King dan Liem Swie Bing, jemaat menerima persembahkan sebidang tanah di Jl. Gatot Subroto untuk keperluan tersebut. Pada tanggal 25 Desember 1954, seusai kebaktian Natal, Pdt. Go Eng Tjoe melaksanakan peletakan batu pertama dan pada tanggal 21 Mei 1956, gedung gereja yang merupakan kerinduan jemaat telah berdiri dan diresmikan penggunaannya di Jl. Gatot Subroto 88, Purwokerto 53116.
Tibalah saatnya, pada tanggal 28 Juli 1959 Pdt. Go Eng Tjoe setelah melayani selama 23 tahun meninggalkan jemaat Purwokerto, karena menerima panggilan untuk melayani GKI Salatiga. Penggantinya, Pdt. The Hian Hoo (Petrus Hardjopranoto) dari GKI Tegal bersedia memenuhi panggilan jemaat dan diteguhkan pada tanggal 12 Oktober 1959. Segeralah Pdt. The Hian Hoo selaku wakil ketua Dewan Pengurus YAKKUM Pusat Surakarta, mengusulkan untuk mendirikan sebuah poliklinik untuk melayani masyarakat di bidang perawatan kesehatan. Usul ini disetujui dan diresmikanlah gedung poliklinik `Sinar Kasih' bersamaan dengan pentahbisan Pdt. Go Giok Gwan (Gayus Gunawan) pada tanggal 22 Maret 1966. Selain jemaat memiliki poliklinik, pada tahun 1966 juga Komisi Wanita mendirikan Sekolah Taman Kanak-kanak `Kasih Ibu', yang kemudian memiliki gedungnya di Jl. Indra 17 dan diresmikan pada tanggal 23 Pebruari 1980. Pada tanggal 12 Juli 1968 Pdt. The Hian Hoo menerima panggilan GKI Stadion Semarang, sehingga untuk beberapa waktu lamanya Pdt. Gayus Gunawan melayani jemaat GKI Purwokerto sendirian saja.
Pelayanan kepada cabang-cabang jemaat makin meningkat, sehingga membutuhkan tambahan tenaga pelayan. Itulah sebabnya, jemaat memanggil Sdr. Tio Tee Pik (Theo W. Setiaputra) untuk melayani cabang Cilacap dan ditahbiskan sebagai pendeta pada tanggal 31 Agustus 1970. Cabang jemaat Sokaraja diserahkan kembali oleh GKI Purbalingga dan berhasil didewasakan pada tanggal 22 Maret 1966, bahkan menyerahkan cabang jemaat Banyumas kepada GKI Sokaraja pada tanggal 26 Juli 1968. Cabang jemaat Ajibarang terbentuk sejak kebaktian pertama pada tanggal 12 Januari 1963. Tempat kebaktiannya sementara meminjam gedung GKJ cabang Ajibarang dan baru pada tanggal 30 Agustus 1971 berhasil meresmikan gedung gereja sendiri. Cabang jemaat Bumiayu praktis bubar sesudah agresi militer tahun 1947, namun anggota-anggota jemaat pindah ke Tegal dan bergereja di GKI Tegal. Ketika jemaat dapat dibangun kembali, dengan sendirinya menjadi cabang dari GKI Tegal. Karena dirasakan lebih praktis dan jaraknya lebih dekat dengan Purwokerto, maka pada tanggal 1 Juli 1975 pelayanan kepada cabang jemaat Bumiayu diserahkan kepada GKI Purwokerto dan dilayani oleh Sdr. Andreas Agus Susanto. Selanjutnya, jemaat ini berhasil membangun gedung gerejanya di atas tanah persembahan Sdr. Ong Tjeng Bie, yang diresmikan pada tanggal 26 Desember 1979.
Berkaitan dengan kehidupan intern jemaat, keluarga Liem Swie Bing cs membentuk persekutuan sendiri dan memisahkan diri dari jemaat GKI Purwokerto. Persekutuan itu kemudian berkembang menjadi sebuah gereja yang dikenal dengan nama `Gereja Kristen Indonesia Persaudaraan Putih', kemudian diubah menjadi `Gereja Immanuel Purwokerto'. Pada waktu ini, setelah melewati proses yang panjang, gereja tersebut telah kembali ke lingkungan Klasis Purwokerto Sinode GKI Jawa Tengah dengan nama `GKI D.I. Panjaitan'
Untuk melayani para pemuda dan remaja gereja, pada tanggal 2 Juli 1977 jemaat GKI Purwokerto merasa perlu untuk memanggil Sdr. Bachtiar Kokasih sebagai tenaga khususnya. Pelayanannya berhasil membangkitkan semangat anak-anak muda untuk melakukan kegiatan camp Pemuda/Remaja, Pemahaman Alkitab, Olah Raga, dan lain-lain, namun sayang pelayanannya berakhir pada tanggal 1 Juli 1979. Demikian pula dengan Komisi sekolah Minggu, yang memanggil Sdri. Lisa Kurniawati pada tanggal 1 Pebruari 1981 dengan tugas khusus bidang Sekolah Minggu dan tenaga pengajar, namun juga berakhir pada tanggal 31 Maret 1983. Selanjutnya, pada tanggal 1 Agustus 1979 jemaat memanggil Sdr. Yusak Santoso dan disusul memanggil Sdr. Yusak Oh Tjeng Hwat (Yusak Naftali), mereka diserahi tugas untuk melanjutkan pelayanan PI Kemutug Lor. Sejak tanggal 6 Pebruari 1983 diadakan kebaktian Minggu secara rutin, bertempat di keluarga Kartadiwirya Rosum. Pelayanan kepada cabang jemaat Kemutug Lor juga dibantu oleh GKJ Arcawinangun melalui peran Bapak Pdt. Soedjatmoko selama 8 bulan (Oktober 1981 - Mei 1982).
Pos PI Karanglewas bermula dengan meninggalnya seorang simpatisan gereja pada tanggal 19 Mei 1984 dan selanjutnya seminggu sekali keluarganya menyelenggarakan bidstond penghiburan. Hal ini membangkitkan kembali iman beberapa anggota jemaat yang sudah lama `tertidur'. Berkat pekerjaan Roh Kudus, pada tanggal 1 Januari 1985 jemaat memanggil Sdri. Yuli Nina Purwanti untuk melakukan pemberitaan Injil di Karanglewas khususnya. Lalu kebaktian pertama terlaksana pada tanggal 22 September 1985 dengan menggunakan garasi keluarga Bapak Januar Junaedhi dan pada tanggal 25 Desember 1985 telah dibaptis 8 orang pria, 10 orang wanita dan 12 orang anak sebagai buah-buah pertama jemaat tersebut. Selanjutnya jemaat pun bertumbuh terus dan berhasil didewasakan pada tanggal 22 September 1998, sekaligus meresmikan gedung gerejanya di Jl. Yos Sudarso 135-A, Karanglewas, Purwokerto.
Hampir bersamaan waktu dan peristiwanya, pada tanggal 29 Agustus 1984 Tuhan telah memanggil seorang pengikut-Nya yang setia dan lanjut usia, Bapak Kartopawiro di desa Grugak Jipang. Kematiannya membuka pintu pemberitaan Injil bagi anak-anak almarhum dan beberapa saudara yang lain. Itulah asal mula kebaktian yang diadakan pada setiap hari Jumat bertempat di rumah Bapak Slamet/Bapak Marto, putra alm. Bapak Kartopawiro.
Menjawab kebutuhan tambahan pengerja, maka sesudah pentahbisan Sdri. Yuli Purwanti pada tanggal 1 Juli 1988, menyusul pemanggilan atas diri Pdt. John Then pada tanggal 19 September 1986 untuk pelayanan cabang jemaat Ajibarang dan Bumiayu. Sayang pelayanan Pdt. John Then berakhir pada akhir Agustus 1992, karena memenuhi panggilan GKI Ngupasan Yogyakarta. Baru kemudian ditahbiskan Sdr. Yohanes Budi Santoso untuk melayani Bajem Bumiayu pada tanggal 19 September 1996 dan disusul pada tanggal 30 September 1999 ditahbiskan Sdr. Guruh Jatmiko Septavianus selaku pendeta di GKI Gatot Subroto dengan tugas di Bajem Ajibarang, Jl. Samingan 1, Ajibarang 53163.
Jemaat dan keluarga Pdt. Gayus Gunawan berdukacita sehubungan dengan dipanggilnya pulang ke rumah Bapa yang kekal Ibu Gayus Gunawan pada tanggal 5 Mei 1992 dan tepat dua tahun kemudian pada tanggal 5 Mei 1994 Pdt. Gayus Gunawan juga menyusul istrinya sesudah memasuki masa emeritasinya pada tanggal 22 Maret 1994.
Demikianlah sejarah jemaat GKI Gatot Subroto Purwokerto
Pendewasaan
21 September 1940Jadwal ibadah
Umum | 06.00; 08.00; 17.00 |
Anak | 08.00 |
Statistik Anggota Jemaat
Sidi | Baptisan | ||
---|---|---|---|
Pria | Wanita | Pria | Wanita |
Total anggota jemaat | 0 |