Pengkotbah 1 : 1-11; 1 Korintus 1 : 18-31
Selamat hari Kamis.
Apakah yang membedakan orang yang optimis dan pesimis? Hanya satu hal: sudut pandang/ prespektif. Untuk masalah yang sama, dua orang dengan dua sudut pandang yang berbeda, pasti pandangan, tindakan dan prilakunya berbeda. Bagaimana dengan penulis kitab Pengkotbah? Pengkhotbah 1:2-4 (TB) Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?
Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada. Membaca di atas (saja), seakan penulis adalah seorang yang pesimis. Dan orang yang pesimis bisa terjebak dengan mengatakan : "Ya sudah, tidak usah berbuat apa-apa." Namun benarkah?
Pengkotbah memang menguraikan bahwa segala sesuatu akan kembali ke asalnya. Dan pandangan orang pada waktu itu, semuanya adalah sia-sia. Pengkotbah mau mengingatkan: kalau memang semuanya hanya sekedar dipandang seperti itu saja, benar; sia-sia. Lalu, apa yang membedakan? Yang membedakan adalah yang di atas langit, yaitu Tuhan. Atas semua yang terjadi di dunia, Tuhan berkuasa atasnya. Tuhan berkarya dalam hidup manusia. Inilah yang menjadikan hidup kita tidak sia-sia, yaitu karena Tuhan selalu memberikan segala kebaikan dalam peristiwa yang berulang itu. Namun sayangnya; Pengkhotbah 3:10-11 (TB) Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Kita menganggap segala sesuatu sia-sia karena kita tidak mampu (dan lebih sering tidak mau) melihat karya Tuhan secara lengkap dan utuh; kita senang ketika kita merasa mendapat berkat, kita sedih ketika mendapat musibah. Kita tidak mampu melihat susah dan senang jalin menjalin mendewasakan kita. Itulah juga pandangan tentang salib; 1 Korintus 1:18 (TB) Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.
Jika kita mampu menyelami bahwa salib adalah bagian dari karya kasih Allah, mestilah tidak ada yang menganggapnya sebagai suatu kebodohan.
Jadi, selamilah karya Allah secara utuh, jangan hanya melihat sepotong, dan itu biasanya membuat kita marah karena yang kita ingat adalah masa-masa kita menganggap Tuhan membiarkan kita sendiri.