SUARA PEREMPUAN TERDENGAR DARI LEMBANG
Dari kesejukan udara Lembang, tepatnya di Wisma Shalom, terdengar suara para perempuan Asia yang berbicara tentang hubungan kemitraan antara laki-laki dan perempuan di Asia. Dengan mengusung tema "Partnership of Women and Men: Towards Gender Justice", Forum Perempuan Pra Sidang Raya Dewan Gereja Asia yang berlangsung 17 s.d. 20 Mei 2015 ini mengajak para pesertanya untuk bersama-sama melihat peran perempuan dalam menegakkan keadilan di dunia ini. Panitia pra persidangan yang dikomandani Pdt. Welmintje Naomi dan Pdt. Erni Stientje Sendow ini memfasilitasi untuk menyuarakan bahwa penegakan keadilan bukan hanya monopoli kaum laki-laki, kaum perempuan pun memiliki potensi untuk melakukannya.
Pertama-tama, sorotan diberikan kepada istilah "household" atau "rumah tangga". Perempuan bukan sekedar "penumpang gelap" dalam rumah tangga yang Allah pimpin, namun juga adalah anggota keluarga yang memiliki kepentingan dan panggilan untuk turut menegakkan keadilan. Di tengah kondisi dunia yang dikuasai oleh praktik-praktik manipulatif dan eksploitatif demi kepentingan dan keuntungan segelintir orang, perempuan seharusnya mengambil bagian dalam melawan praktik-praktik yang tidak adil itu. Salah satu pergumulan di Asia, khususnya di Indonesia, yang tampak nyata adalah adanya praktik pernikahan anak. Peserta pra persidangan diajak untuk melihat betapa praktik sedemikian ini merugikan anak-anak, khususnya anak-anak perempuan. Dari sudut kesehatan organ reproduksi, dari sudut pandang psikologis, serta dari sudut pandang sosiologis, semua menunjukkan bahwa praktik pernikahan anak merugikan anak-anak. Celakanya, pelaku praktik ini adalah keluarga sendiri. Biasanya yang terjadi adalah ketika seorang ayah memiliki hutang-hutang yang melilit tak terlunasi, akhirnya ia menyerahkan anaknya perempuan untuk dinikahkan pada pihak pemilik piutang itu supaya hutangnya lunas. Human traficking yang dilakukan oleh keluarga sendiri.
Perempuan perlu menyadari jati dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah, sebagai sesama gambar dan rupa Allah. Kejadian 1:27 berkata, "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." Pada zaman itu para penguasa mendirikan patung, pahatan, dan rupa-rupa bangunan untuk menunjukkan bahwa daerah itu masuk dalam wilayah kekuasaannya. Ia yang memiliki dan berkuasa di daerah itu, dan segala patung, pahatan, dan rupa-rupa bangunan itu biasa disebut dengan istilah "gambar dan rupa" Ketika manusia, laki-laki dan perempuan, disebut sebagai "gambar dan rupa Allah", di situ berarti, baik laki-laki maupun perempuan, adalah penanda hadirnya kedaulatan dan pemerintahan Allah. Menyadari status sedemikian, baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya bermitra dalam menghadirkan pola pemerintahan dan kedaulatan Allah yang memimpin dunia masuk dalam kehidupan dengan menegakkan keadilan dan mewujudnyatakan keadilan.
FORUM REFLEKSI DAN INSPIRASI UNTUK SOLIDARITAS AKSI
Forum suara pegiat keadilan dan perdamaian ini dilaksanakan di Graha Oikoumene pada tanggal 21 Mei 2015. Dengan moderator Pdt. Surya Samudera Giamsjah, forum yang mengusung Pdt. Em. Josef P. Widyatmadja dan Ibu Saur Tumiur Situmorang ini mengemukakan dua agenda besar, yaitu berkaitan dengan ke-mandheg-an gerakan oikoumene dan berkaitan dengan isu perempuan.
Pertama, menjawab isu ke-mandheg-an gerakan oikoumene, Pdt. Em. Josef P. Widyatmadja, sekretaris eksekutif Centre for Development and Culture, menyampaikan bahwa bukan gerakan oikoumene yang mengalami hal tersebut, namun institusi oikoumene. Masyarakat akar padi masih bergerak dan akan terus bergerak. Dengan launching GEMA - Grassroot Ecumenical Movement in Asia ( atau juga Gerakan Ekumenis Masyarakat Akar-padi ) - di acara FRISA ini diharapkan gerakan ekumenis masih terus berjalan dan dipimpin oleh Allah Kehidupan untuk menegakkan keadilan serta mewujudnyatakan perdamaian. Di dalam acara yang dihadiri sekitar empat puluh pegiat gerakan ekumenis ini, dicapai pula suatu kesepakatan bersama bahwa Gereja perlu memiliki pemimpin-pemimpin yang berwawasan ekumenis, yang mampu membawa umat untuk masuk dalam gerakan bersama ini.
Kedua, bergumul dengan isu perempuan, Ibu Saur Tumiur Situmorang, Ketua Gugus Kerja Papua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, juga menyatakan bahwa hukum di Indonesia masih belum mengakomodir penegakan keadilan bagi perempuan. Terdapat lima belas jenis tindak kekerasan terhadap perempuan yang seringkali terjadi di Indonesia ini, yaitu:
1. Perkosaan
2. Pelecehan seksual
3. Eksploitasi seksual
4. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
5. Penyiksaan seksual
6. Perbudakan/perhambaan seksual
7. Intimidasi/serangan bernuansa seksual, termasuk ancaman percobaan seksual
8. Pemaksaan perkawinan, termasuk kawin paksa dan cerai gantung
9. Kontrol seksual, termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif dengan alasan moralitas dan agama
10. Pemaksaan aborsi
11. Penghukuman yang tidak manusiawi yang bernuansa seksual
12. Prostitusi paksa
13. Pemaksaan kehamilan
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
15. Sterilisasi paksa ( disabilitas )
Dari kelima belas jenis kekerasan tersebut, hokum di Indonesia hanya dapat melindungi perempuan dari tiga jenis kekerasan, sementara dua belas jenis kekerasan yang lain justru dapat membawa perempuan yang adalah korban - victim - justru sebagai yang tersudutkan, bahkan sebagai yang terhukum.
Gereja memiliki peran penting untuk melakukan pelayanan pendampingan terhadap perempuan, baik yang bersifat edukatif - memberikan pencerahan bagi umat akan makna kesetaraan gender dan panggilan untuk melindungi, prefentif - melindungi agar jangan sampai terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan, maupun kuratif - pendampingan kepada korban kekerasan terhadap perempuan. Allah Kehidupan memanggil Gereja-Nya untuk menegakkan keadilan dan mewujudnyatakan perdamaian di dunia ini.
SIDANG RAYA DEWAN GEREJA ASIA
Hari itu Hotel Mercure Ancol, Jakarta tampak ramai dengan "orang asing", mereka yang berkulit putih, berkulit hitam, berkulit sawo matang, bermata sipit, berambut ikal, berkain sari, berbaju batik, dan lain sebagainya. Betulkah mereka "orang asing"? Bukan? Mereka semua adalah anggota-anggota keluarga rumah tangga Allah. Mereka adalah peserta 14th General Assembly of Christian Conference on Asia bertemakan "Living Together in the Household of God". Dari berbagai denominasi dan gereja yang ada di Asia, mereka berkumpul bersama untuk membicarakan isu-isu penting berkaitan dengan kehidupan bergereja di Asia. Tampak pula hadir dalam persidangan ini Pdt. Arliyanus Larosa ( Sekum BPMS GKI ), Pdt. Untari Setyowati ( Wasekum BPMS GKI ), Pdt. Tabita Kartika Kristiani, dan Pdt. Em. Josef P. Widyatmadja ( eks Executive Secretary Urban Rural Mission CCA ).
Dibuka dengan tata ibadah yang sangat memikat, Sidang Raya Dewan Gereja Asia ini "beraroma" Batak. Memang, tuan dan puan rumah perhelatan akbar ini adalah Huria Kristen Batak Protestan. Pdt. Ester Pudjo Widiasih dan Pdt. Ruth Kadarmanto, selaku pembuat tata ibadah dan perancang dekor ruang ibadah hendak mengajak peserta ibadah pembukaan untuk mengenali konteks kehidupan bergereja di Asia, yaitu keprihatinan - bahkan ratapan - akan ketidakadilan sosial, keprihatinan akan kerusakan lingkungan hidup, serta panggilan Allah bagi Gereja-Nya untuk berkarya menghadirkan kehidupan dengan menegakkan keadilan dan mewujudnyatakan perdamaian. Tabuhan gondang dan sambutan tarian Tortor mengiringi Ephorus HKBP, Pdt. Simarmata menyambut iring-iringan pengurus Dewan Gereja Asia memasuki ruang ibadah.
Rasa haru, prihatin, sesal, bahkan marah membuncah dalam ibadah ini. Prihatin dan duka cita mendalam atas tindak-tindak eksploitatif yang merendahkan ciptaan Allah yang berarti merendahkan Allah Sang Pencipta. Rasa marah terhadap dosa dan dampak dosa, yaitu perendahan martabat manusia, tindak perusakan lingkungan hidup, serta kondisi manusia yang semakin tidak mau tahu tentang kondisi di sekitar membuat para peserta terpekur dan terdiam. Sesal menyesak di dada dan tetes air mata mengalir manakala aksi teatrikal yang mengusung tema parahnya kondisi dunia ini diperagakan. Dalam pelayanan Firman, Pdt. Simarmata menyampaikan urgensi bagi Gereja-gereja untuk tidak berdiam diri manakala berada di tengah situasi dan kondisi dunia yang semakin lama semakin mengalami degradasi ini. Gereja harus menjawab panggilan Tuhan dalam menjawab berbagai isu yang terjadi di dunia ini, khususnya di Asia.
Persidangan ini membahas isu-isu:
1. Perspektif Biblis-Teologis dalam melihat kondisi-kondisi yang terjadi di Asia yang berkaitan dengan isu keberlangsungan hidup serta tugas panggilan Gereja-gereja. Sesi ini juga dikenal dengan nama "Niles Memorial Lecture", mengambil nama salah seorang General Secretary yang sangat berpengaruh dalam keberlangsungan keberadaan Dewan Gereja Asia
2. Dalam bentuk sarasehan, forum di mana setiap pribadi diizinkan mengemukakan pendapat dan aspirasi, persidangan juga membicarakan isu-isu yang berkaitan dengan kondisi sosial - ekonomi, politik, budaya, dan hukum - di Asia serta bagaimana seharusnya Gerakan Oikoumene di Asia menjawab tantangan zaman tersebut.
3. Persidangan juga membahas isu khas Asia berkaitan dengan keberagaman, khususnya bagaimana Kekristenan hidup berdampingan dengan agama-agama lain di berbagai belahan Asia. Tentu masing-masing Gereja di masing-masing negara memiliki keunikan dalam menjalani kebersamaan hidup ini, namun dua hal yang pasti adalah, pertama, kehadiran pemeluk-pemeluk agama dan kepercayaan yang lain bukanlah suatu ancaman, bahkan dengan mencoba menerima dan memahami keberadaan mereka, Gereja justru semakin dapat menghayati makna karya kasih Allah dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Kedua, melalui kehadiran pemeluk-pemeluk agama lain, Gereja dapat bergandengan tangan dengan mereka untuk menghadapi isu-isu pemiskinan, pembodohan, penindasan, serta isu-isu kemanusiaan lain dalam rangka mengangkat harkat dan martabat manusia.
4. Secara khusus, dalam sesi "public issues", diangkat pula masalah yang berkaitan dengan GKI Pengadilan Bogor "Bapos" Taman Yasmin, pengungsi Rohingya, serta kondisi di Papua. Pada dasarnya persidangan menyesalkan terjadinya tindak-tindak yang mencerminkan ketidakadilan dan sikap perendahan harkat dan martabat kemanusiaan, entahkah itu dengan alasan agama, alasan politik, ataupun alasan ekonomi. Gereja dipanggil untuk bersuara dan bertindak untuk menghadirkan keadilan dan perdamaian di dunia ini, khususnya di Asia. Prinsip "tidak ada perdamaian tanpa penegakan keadilan" menjadi prinsip Alkitabiah yang mendasari tindak menghadirkan kehidupan oleh Gereja-gereja di Asia.
Karena persidangan juga melewati hari Minggu, maka para peserta juga membagi diri untuk menghadiri ibadah-ibadah yang diselenggarakan di Gereja-gereja di Jakarta, termasuk hadir pula dalam Ibadah "Bagimu Negeri" yang diselenggarakan di depan Istana Merdeka oleh HKBP Filadelfia dan GKI Pengadilan Bogor "Bapos" Taman Yasmin.
Pada akhirnya, rangkaian persidangan ditutup dengan pemilihan dan pelantikan pengurus Dewan Gereja Asia, yaitu:
Officers
Moderator ----------------> : Archbishop William T P Simarmata (HKBP, Indonesia)
Vice- Moderator -------> Rev. Diana Tana ( Te Runanga Whakawhanaunga I Nga Hahi, New Zealand)
Treasurer ----------------> Mr. Augustine Dipak Karmakar (Church of Bangladesh)
General Secretary ----> Dr. Mathews George Chunakara (Marthoma Syrian Church, India)
Executive Committee
1. Terence Corkin (Uniting Church in Australia)
2. Moises Antonio Da Silva (IPTL Timor L’este)
3. Arshad Gill (Presbyterian Church of Pakistan)
4. Huang Shin-Yi (Presbyterian Church Taiwan)
5. Kim Jong Goo (Methodist Church, Korea)
6. Ithrana Lawrence (Council of Churches, Malaysia)
7. Bishop Ruel Norman Marigza (United Church, Philippines)
8. Bishop Taranath S. Sagar (National Council of Churches, India)
9. Za Uk Sang (Baptist Church, Myanmar)
10. Archbishop Sebouh Sarkissian (Armenian Orthodox Church, Iran)
11. Shoko Aminaka (National Council of Churches, Japan)
12. Sunil Babu Shrestha (National Council of Churches, Nepal)
13. Dr. D S Solomon (Jaffna Diocese of the CSI, Sri Lanka)
14. Kingphet Thammavong (Lao Evangelical Church, Laos)
15. Tong Wing Sze (Hong Kong Christian Council)
16. Supaporn Yarnasam (Church of Christ Thailand)
17. Kim Kyrie (Chairperson Program Committee, Anglican Church, Korea)